Maret 30, 2013

Mahasiswa Vs Tugas



Pas baca bukunya Arief Muhammad “Pocong juga Pocong” saya stuju banget sama argumenya dibuku itu. Sebelum jadi mahsiswa saya juga mikirnya gitu. Saya pikir kuliah itu asyik, menyenangkan banget. 

Datang ke kampus nyantai, nongkrong-nongkrong di taman, nangkring di kantin, bisa gaya-gayaan, gonta-ganti style tiap hari, atau datang telat dikit ke kampus trus nabarak cowok, do’i bantuin beresin buku yang berantakan, kenalan, tukeran nomor, jalan bareng,  akhirnya jadian. Hahahaha FTV banget yahh.

Tapi kenyataannya? Gak seindah yang dibayangkan. Kenyataannya justru datang ke kampus, nungguin dosen, nyatet materi, presentasi didepan kelas, tugas seabrek-abrek, hapalan segudang, paper ditolak, proposal dimana-mana, suka kuis dadakan, deadline tugas akhir semeterlah, harus ikut UTS, harus ikut UAS, belum lagi weekend yang tersita gara-gara kuliah pengganti.

Sumber pict : http://www.facebook.com/KartunNgampus
 Ough, menyedihkan banget kan?

Begitu tersiksakah seorang mahasiswa? Dimana emansipasi mahasiswa? Kayanya cuma wanita yang punya emansipasi. *gak penting* #abaikan

Adik saya, secara gak langsung pernah bilang. Mahasiswa dan tugas itu sama seperti halnya peminum dan wine, seteguk dua teguk dengan kadar alkohol rendah sih ga ngefek, tapi kalo itungannya udah berbotol-botol ditambah dengan tingginya kadar alkohol, bisa dipastikan si peminum teler semalam suntuk bahkan bisa sampe pagi.

Nah, sama halnya dengan mahasiswa  dan tugas. Satu dua tugas dengan tingkat kesulitan rendah atau sedang, enjoy enjoy aja. Tapi, kalo tugasnya udah seabrek-abrek, ditambah lagi dengan kesulitan level tingkat tinggi, wuaaa…, bisa puyeng dibuatnya. *tewas ditumpukan tugas*

Bedanya, wine bisa buat si peminum jatuh cinta sehingga ketagihan. Kalo tugas? boro-boro jatuh cinta, dengar namanya aja udah malas.

Kayaknya mahasiswa sama tugas itu emang gak bisa dipisahkan. Udah kaya Romeo dan Juliet aja -___-“. Apalah arti mahasiswa tanpa tugas?

Tugas itu terkadang emang nyebelin. Bukan terkadang tapi selalu. Gimana gak? Saya selalu berusaha buat ngertiin tugas, slalu bilang I love you so tugas tapi apa? Tugas gak pernah ngertiin saya. Kalo tugas sama saya itu pacaran, mungkin dari kemaren-kemaren udah saya putusin. Males ngejalin hubungan sama tugas. Bikin pusing >”<

Pas dosen bilang “ada tugas”. Pengen rasanya nutup telinga trus bilang “gak dengar, gak dengar”. Tapi apa gunanya? Gak ada. Toh endingnya, tugas itu bakal dikerjain juga walupun separuh hati. Aaaahhh, jadi inget NOAH.

Kalo seandainya dikasih tugas buat mencintai kamu, saya siap laksanakan! Hahahaa, lol.

Pernah dengar sama yang namanya “The Power of Kepepet” ga? Oh, so pasti pernah dong. Biar itu tugas dikasih masa tenggang 2 bulan lah, sebulan, 3 minggu, 2 minggu, seminggu, 5 hari, 3 hari, tapi tetap aja tugas bakal dikerjain semalam pas tugas mau dikumpulin. Faktor kepepet emang luar biasa. Semua ide-ide ngalir begitu deras ga pake mapet.
 
sumber pict : http://www.facebook.com/KartunNgampus
Sebenarnya, gak ada salahnya kalo gak ngerjain tugas. Dosen gak akan nuntut. Dosen juga ga bakal ngomel-ngomel. Tapi nilai taruhannya. Emang anak sekolah, yang tiap ada tugas ditanya-tanyain. Siapa yang belum ngumpulin tugas nak? Besok paling lambat ya, kumpulin sama ketua kelas  *bla..bla..bla..

Kalopun ada mahasiswa yang rela ngorbanin nilai, ya mungkin itu karena dia terlalu cinta sama kampus. Dan pengen jadi mahasiswa abadi. Ya, bisa jadi.

Dan ngebacot di blog begini, gak bakal nyelesaiin tugas. Yang ada malah delay time for a task. Hahaha. Tapi tenang, mahasiswa akan wisuda pada waktunya :D

Maret 26, 2013

Dua Gelas Pop Ice yang Mencair

Sudah semalaman aku tak bisa tidur. Pikiranku slalu terbayang akan wajah Tia. Bagaimana tidak, kemarin adalah kebohongan terbesar yang pernah ku lakukan selama aku ngejalanin yang namanya pertemanan. Tia adalah teman sekampusku, kedekatan kita dimulai sejak pertama kuliah.

Aku berjalan perlahan menuju kelas. Perasaan dan pikiranku campur aduk. Gak karuan.  Aku bingung, harus bersikap dan berekspresi bagaimana saat bertemu Tia nanti. Huuuuh, aku menghela nafas panjang dan berharap everything gonna be okay. Yah, all is well.

Kumonitor seisi kelas, kudapati Tia duduk paling depan. Aku menghampirinya dengan langkah sendu. Dengan suara yang lemah aku memulai pembicaraan.

"Tia, maafin aku ya". Tanpa menghiraukan kata maaf dariku, Tia keluar menuju kelas. Kuhampiri dia.

"Tia, maafin aku ya".

"kenapa kamu gak datang kemarin?"

"Sori ia. Aku kerumah nenek, ada hal yang lebih penting yang harus kuselesaikan. Maaf ya"

"Kalo kamu bilang gak pergi, aku juga bakal gak pergi"

"Itu dia masalahnya ia, aku gak cerita ke kamu. Maafin aku ya"

"Apa kamu tau af? kemarin mama aku sakit. Tapi apa? Kamu gak dateng kan? Aku bela-belain pergi karna aku tau kamu pergi."

Tetesan air mata yang bergulir membasahi pipi Tia membuatku lemah tak berdaya. Tak mampu berkata apa-apa. Aku memang benar-benar bersalah. Dan akulah pelaku utama dalam masalah ini. Tapi sebenarnya dalam sandiwara ini aku gak sendiri. Bahkan kebohongan ini, memang sudah diskenariokan. Tapi kenapa setelah kejadiannya, aku merasa seperti wayang yang sedang dipermainkan oleh dayang. Dan dayangnya adalah Meri. Otak dari masalah ini. Ferdi juga ada dibalik skenario ini.

Aku tak habis pikir kenapa Meri bilang yang sebenarnya ke Tia kalo aku gak jadi pergi. Bukannya dia sendiri yang merencanakan, dia bakalan bilang sama yang lainnya kalo aku pergi tapi nanti aku sama Ferdi nyusul. Tapi ntah kenapa justru dia sendiri yang merusak skenarionya.

Dari awal aku memang udah mau cerita ke Tia kalo aku gak bakalan pergi. Tapi Ferdi menghentikan langkahku. Ferdi bilang, kalo aku bilang yang sebenarnya bukan cuma Tia gak bakalan pergi, tapi semuanya juga gak akan pergi. Aku bingung. Siapa sih aku? Masa cuma gara-gara aku gak pergi, semuanya bakalan gak jadi pergi. Lelucon apa-apaan ini?

Ya sudahlah. Masalah ini gak bisa selesai hari ini. Aku tau, bagaimanapun aku minta maaf ke Tia itu rasanya tak termaafkan. Aku mungkin juga akan bersikap yang sama kalo aku diposisi Tia.

Aku bergegas pulang. Niatnya emang mau cepat pulang. Bukan untuk menghindari siapa-siapa. Termasuk menghindar dari masalah ini. Ada urusan mendadak yang harus segera diselesaikan.

Aku bergegas berjalan menulusuri gang sempit. Sendirian. Sebenarnya mengejar waktu. Aku buru-buru. Kulirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganku. Kudapati sudah menunjukan pukul 12.46 WIB. Langkahku semakinku percepat, karna jam setengah satu orang-orang dikantor istirahat.

“Af, dimana sekarang?”

Ferdi menelponku. “Aku dikantor camat fer”

“Tunggu aku disana ya, aku kesana sekarang”.

Aku tak tau, kenapa Ferdi menyusulku. Berita apalagi yang dia bawa. Aku menunggunya di pelantaran toko ditepi jalan. Yang jaraknya tak begitu jauh dari kantor camat. Hari ini memang benar-benar panas. Bukan hanya terik mentari yang menghangatkan siang ini, tapi juga kejadian tadi. Perlahan ku sapu keringat yang menyucur di pipiku.

Dengan nafas terengah-engah, Ferdi hadir dihadapanku. Kuperhatikan dia. Keringatnya begitu deras mengalir diwajahnya. Bahkan membasahi baju yang ia kenakan.

"Kamu jalannya cepat banget Af."

"Kenapa fer?"

"Ngapain Af, ke kantor camat?"

Gak sopan. Pertanyaanku diabaikan, malah dia nanya yang lain.

"Ada urusan"

"Udah urusannya?"

"Udah"

"Ya udah, kita minum yuk disana. Aku haus."

Aku dan dia jalan berbarengan. Disana kita masih membahas mengenai masalah aku dan Tia. Dia bilang, dia merasa bersalah atas kejadian ini. Bahkan dia tak sungkan-sungkan menodong bahwa dia adalah penyebab utama dari perselisihan antara aku dan Tia.

Tapi sebenarnya Ferdi gak salah. Akulah yang salah. Aku seharusnya nurutin kata hati. Bukan kata siapa-siapa termasuk kata Ferdi. Harusnya aku jujur dari awal ke Tia kalo aku gak jadi pergi. Mungkin ceritanya gak bakalan begini. Dan sekarang, aku terjerat dalam sebuah skenario yang  Meri ciptakan.

Kami singgah, di sebuah cafe minuman sederhana di pinggir jalan.

"Kamu mau minum apa af?"

"Aku gak minum Fer"

"Gak, kamu minum ya. Biar aku pesanin".

"Gak Fer, aku gak haus. Kamu aja"

"Mbak, Pop Icenya dua ya". Pesan Ferdi kepada seorang pelayan.

"Fer, koq dua sih. Aku kan gak minum."

Ferdi hanya mengeleng-geleng kepala.  Dan tetap memesan dua gelas pop ice.

Oh, God. Ni cowok keras kepala banget sih. Gerutuku dalam hati. Aku kan udah bilang, aku gak mau minum. Aku gak haus.

Aku dan Ferdi duduk berhadapan. Pembicaraan kita gak jauh-jauh dari permasalahan tentang aku dan Tia.

"Maafin aku ya Af, gara-gara ngikutin saran dari aku, kamu sama Tia jadi diam-diaman gini"

"Udahlah Fer, gak usah dibahas. Ini udah terjadi. Lagian gak ada yang bisa aku salahin. Karna kesalahan terbesar itu aku"

"Tapi benaran lho Af, Meri yang nyuruh aku bilang ke kamu, kalo kamu bilang ama Tia kamu jadi pergi"
 
"Iya aku tau, tapi..”

Seorang pelayan datang dengan dua gelas pop ice dan memotong pembicaraan kami.

"Yuk Af, diminum". Ajaknya ringkas.

"Gak  Fer, Aku gak haus".

"Ya udah kalo gitu aku juga gak minum".

"Lho, tadi katanya kamu haus".

“Gak, aku juga gak minum, kalo kamu gak minum”.

Suasana berubah menjadi hening. Aku diam. Ferdi juga diam. Panasnya mentari tak menghangatkan suasana antara kami berdua justru malah sebaliknya.

Kurasakan suasana yang mulai mendingin, sedingin dua gelas pop ice dihadapnku. Sekali kali kulirik pop ice diatas meja dengan butiran-butiran air yang mengalir. Dan mengembun. Oh segarnya, jika pop ice itu kubiarkan menggalir ditenggorokanku sebagai pelepas dahaga.

Aku kembali memandang sendu kedua pop ice itu dalam-dalam. Yahh mubasir, keluhku dalam hati. Ingin ku raih dan meminumnya. Tapi gak, prinsip tetap prinsip. Sekali gak tetap enggak.

Lewat pop ice ini, aku ingin dia tau, kalo aku lebih keras kepala dari apa yang dia pikirkan. Gak kayak dia. Plinplan, gak komitmen dan ga konsisten.  Tadi katanya haus, tapi apa?. Dia gak bisa megang kata-katanya. Masalah kecil gini aja, kata-katamya ga bisa dipegang. 

Bagaimana dengan masalah yang lain, apalagi urusan hati? Apa kedepannya dia masih bisa dipercaya? Apa mungkin dia akan membiarkan hati ini seperti dua gelas pop ice itu dan kemudian meninggalkannya? Aah, entahlah. 

Bahkan aku sanski terhadap waktu. Apa mungkin waktu bisa menjawabnya atau tidak akan ada jawaban sama sekali.

Maret 20, 2013

Geng Tanpa Nama

Udah lama banget ga nulis postingan di blog. Kasian kamu, gak keurus sama yang punya *puk puk*. Kalo blog itu diibaratkan tanaman, mungkin sekarang udah layu, gak layu lagi lebih tepatnya udah mati, karna kekeringan.Gak dirawat. Gak disiram. 

Udah lama banget ga nulis postingan di blog. Kasian kamu, gak keurus sama yang punya *puk puk*. Kalo blog itu diibaratkan tanaman, mungkin sekarang udah layu, gak layu lagi lebih tepatnya udah mati, karna kekeringan.Gak dirawat. Gak disiram. 

Kalo blog itu diibaratkan semacam sebuah relationship, bisa dipastikan saat ini hubungan itu sudah berakhir, karna terlalu lama diabaikan. Siapa sih yang tahan dicuekin, gak dikasih kabar, ga diapa-apain, apalagi sampe diabaikan gini. 

Ngomong-ngomong soal relationship. Nah, kali ini saya ingin bercerita tentang pertemanan beberapa orang. Yang kemana-mana slalu bersama. Dikampus, mereka slalu jalan bareng. Hebatnya, mereka slalu belajar bersama setiap malam. Saling melengkapi satu sama lain. Bahagianya kalo punya teman seperti mereka.
Sekarang, tiga orang dari mereka jadi AsLab (asisten labor) acieeee, cuit cuit. You all, so great gals. Sayangnya, saya dan mereka gak satu kelas. Sometime, I envy look at them cause I haven’t besties like them. Hi.

Panggil saja mereka itu…. Hmm, apa ya julukan yang bagus buat mereka berena m. *mikir keras* . Anggap sajalah geng tanpa nama. Yap, unknown gank.

Nah, mereka itu adalah: eng^ ing^ eng^…..


Fauziah, kalo mau akrab sama dia panggil aja dia cipau. Orangnya baik. Smart. Yang paling saya suka dari dia itu senyumnya. Yap, she has nice smile

Dia orangnya terkategori cewek polos. Banyak gak taunya, apalagi urusan cinta. *toss, Cipauu. Sama dong kita* Hahahahaa. Polos-polos gitu, Cipau pernah jadi Presidium sidang pas mubes (musyawarah besar) fakultas lohh. Wahh, hebat kan? Gak sembarang orang yang bisa duduk dikursi panas itu. Cipau emang cetaarrr membahana badai dan terpampang nyata. Sesuatu banget yak.




Ira. Rahmatul Husna Arsyah. Nama yang bagus. Saya suka namanya. Orangnya juga, black sweet. Si Ira ini pinter banget. Udah 3 kali nyambet juara 2 dikelas. Dengan IP 4.00. 

Kurang hebat apa coba? Hebat bangeeeeettt. Salut banget sama Ira. Calon kumlot nih. Ciiieeeee. Pas jadi MC di HIRM Fakultas, Ira keliatan makin kece. Gaya bicaranya itu loh, professional banget.






Erick Nofika. Ni cowok, panggilannya banyak banget. Bisa dipanggil Erick, Ericka, Nofi, Fika dan kadang-kadang dipanggil Rino. Tuh kan, banyak banget. Biar agak terlihat ganteng, panggil aja doi Rino. Hmmm, orangnya gimana ya. 

Tiap kali ngomong sama dia, rasanya gak pernah nyambung. Mungkin karna dia einsteinnya kebangetan kali yak dan saya sebaliknya. He has so high imagination. Makanya ga pernah nyambung. Dia bilang A, saya bilang itu B. Ya begitulah kira-kira.





Iffy. Dari segi usia Iffy yang paling tua diantara mereka berenam. Usia boleh tua, tapi masalah postur dia yang paling kecil. Sikecil kecil cabe rawit. Dibalik penampilannya yang sederhana dia punya wawasan yang luas. Orangnya intelek banget. Salut salut. 

Dia banyak bergelut dikeorganisasian. Masalah politik dikalangan mahasiswa  dia tau banyak. Wajar dong, kalo sekarang dia menjabat sebagai ketua DPMF. Waw.  

Thumb up for you girls. Gak rugi banget kalo dekat sama dia. Apalagi kalo sharing.



Wati. Kayaknya Wati pendiam. Gak banyak omong. Tapi ternyata ga juga. Makanya guys, don’t judge the book by the cover

Emang Wati buku apa? Wati emang bukan buku, tapi Wati lebih tebel dari buku. Uuuppss *peace, just joke Wati*. Hehehee. 

Dalam urusan edit mengedit si Wati pakarnya. Editan fotonya keren keren. Nah, buat yang punya foto absurd dan mau keliatan kece, langsung aja hubungi dia, di 0831********.





Zhu Juanda. Nama account social networking dia sih gitu. Ga tau nama lengkapnya apa. Gak pernah ngecek absenya sih. Si ju, panggil aja gitu. kaya nama cewek ya. Hahaha. Si Ju paling jago dalam urusan ngerjain orang, becandanya suka kebangetan. Dan saya sering jadi korban. Eeerrgghh. 

Tapi dia emang jago. Pernah suatu ketika, dia dapet nilai A tanpa harus ikut UAS. Beuhhh, kerenkan. 

Makanya sejak kejadian itu, saya mulai berguru sama dia. *fyi doi sekarang botak lohh. Udah kaya anak angkatan. Dan ini nih, yang bakal jadi senjata ampuh buat ngelawan dia. Hahaha, botak :p.

Itu tadi cerita tentang mereka.Merka hebat-hebat kan?

Waktu itu hari…, emm saya lupa hari apa. Kejadiannya sore-sore, pas semsester 3, saya mau jalan pulang menuju rumah, trus ketemu mereka lagi ngumpul di rumah cipau, trus saya berhenti, trus saya diajakin pergi sama mereka ke Lumin (Lubuk Minturun), awalnya saya ga mau, karna gak enak, beda sendiri soalnya. Tapi dipaksa-paksa dan kebetulan saya belum pernah kesana, trus akhirmya saya mau. Dan trus, keterusan deh. Hahaahaa.

 
Ngomong-ngomong soal Rizki. Mending ceritain juga akh, dia itu seperti apa dan bagaimana.


Riski ituuu, hmm. Orangnya baik. Baik itu sih relatif. Gak banyak omong. Bohong banget nih. Dia itu bawel banget. Cius. Walaupun bawel-bawel begitu, dia punya jiwa kepemimpinan. Orangnya mudah bergaul, gak sombong, asyik, relasinya luas. 

Tapi walaupun begitu dia sering galau. Barangkali dia galau karna memikirkan rakyat sefakultas yang banyak maunya. *puk puk* Yang sabar yaa Pak :p. 

Jadilah pemimpin yang anti galau. Kalo pemimpin aja galau, gimana rakyatnya? Hahahaha 



Udah dulu ya ceritanya. Intinya, saya seneng banget bisa kenal dan dekat sama mereka. Dikelilingi orang-orang hebat seperti mereka, bikin bangga. Walaupun sebenarnya, saya ga sehebat mereka. Kalian semua luar biasa. Dan saya percaya dengan sebuah statement yang pernah bilang “Jika kamu berteman dengan penjual parfum, maka wangi parfum itu gak akan jauh dari kamu”. Dan ini sama halnya dengan yang saya harapkan ketika berteman dengan mereka.